Sunah Rasulullah mulai banyak yang jarang dilaksanakan oleh kaum muslimin, kalaupun dilaksanakan tidak sedikit yang kurang sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Salah satu sunah Rasulullah yang penting untuk dihidupkan adalah aqiqah. Buat informasi sebagai pengingat, tulisan kali ini mengupas masalah aqiqah.
Apa itu aqiqah dan apa pentingnya?
Aqiqah adalah salah satu ajaran Islam yang dicontohkan Rasulullah,
terkandung hikmah dan manfaat positif yang bisa kita petik. Analoginya, apabila
kita memiliki barang yang berharga dan bisa memberi manfaat serta bangga
memilikinya, namun barang tersebut dalam keadaan tergadai. Bagaimana sikap kita
terhadap barang tersebut?, tentunya kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk
menebusnya. Seperti itu kira-kira yang dimaksud dengan aqiqah, ia adalah upaya
menebus anak kita yang masih tergadai. Seperti sabda Rasulullah SAW:
“Setiap anak tergadaikan dengan Aqiqahnya ia disembelih
(binatang) pada hari 7 (ketujuh) dari kelahirannya, lalu diberi nama dan
dicukur (seluruh) rambut kepalanya”. (H.R. Tirmizi, Nasai, Ibnu Majah, dari
Samirah).
Aqiqah sangat penting, karena merupakan realisasi dari rasa
syukur atas anugerah anak sekaligus
amanah yang diberikan Allah SWT kepada kita. Begitu pentingnya sunah ini dilaksanakan
disaat banyak umat muslim yang lalai, sehingga menghidupkannya sangat terpuji
dan Insya’Allah mendapat balasan yang sangat besar. Tercermin dari sabdah
Rasulullah SAW:
“Barang siapa menghidupkan sunahku disaat kerusakan pada
umatku, maka baginya pahala orang mati sahid”. (Al-Hadits).
Manfaat yang lain, misalnya mempererat tali silaturahmi dan
ikatan sosial dengan tetangga, kerabat dan fakir miskin, karena itu mari kita
hidupkan sunah ini.
Makna dan Tata Cara Aqiqah
Supaya ibadah kita diterima Allah SWT sebagai amal soleh,
maka tata cara pelaksanaannya harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah, antara
anak laki-laki dan anak perempuan berbeda cara. Sebelumnya kita pahami dulu
makna dari aqiqah: menurut bahasa, aqiqah berarti memutus atau memotong,
sedangkan menurut istilah syar’i berarti menyembelih kambing untuk anak yang
baru dilahirkan pada hari yang ke-7 (ketujuh) dari waktu kelahirannya.
Aqiqah untuk anak laki-laki dan perempuan: Yang afdhol anak
laki-laki disembelih 2 (dua) ekor kambing, sedangkan anak perempuan 1 (satu)
ekor kambing. Namun ada yang memperbolehkan untuk anak laki-laki cukup 1 (satu)
ekor, apabila dalam keadaan sempit atau
susah, hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. “Bahwa
sesungguhnya Rasulullah telah meng-aqiqahkan Al-Hasan dan Al-Husein
masing-masing 1 (satu) ekor kambing”.
Waktu pelaksanaan Aqiqah: Diutamakan melaksanakan aqiqah
pada hari ke-7 (ketujuh) dari kelahirannya, adapun kalau belum bisa boleh hari
ke-14 (keempat belas), ke-21 (kedua puluh satu), atau kapan saja dia mampu. Imam Malik berkata:
“Pada dzhohirnya bahwa keterikatan pada
hari ke-7 (ketujuh) atas dasar anjuran, andaikan pada hari itu belum bisa
dilakukan, maka sekiranya menyembelih pada ke-4 (keempat), ke-8 (kedelapan),
ke-10 (keseepuluh), atau setelahnya aqiqah itu telah cukup”.
Karena prinsip ajaran Isalam adalah memudahkan, bukan
menyulitkan. Seperti firman Allah SWT: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (Qs. 2:185).
Pendapat Imam Malik ini menjelaskan bahwa melakukan aqiqah
kapan saja boleh, namun diutamakan pada hari ke-7 (ketujuh) dari kelahiran
anak.
Disunahkan Memotong Sendiri: Orang yang meng-aqiqahkan
anaknya jika ia pandai memotong kambing, disunahkan untuk memotong sendiri,
sambil membaca niat:
“Bismillahi Allahu Akbar, Allahumma Sholli’alaa Muhammadin
wa’alaa aalihi wasallim Allahuma minka wa’alaika taqabbal hadzihi aqiqah min …..
fulan bin/binti fulan” (dengan nama Allah dan Allah Maha Besar, Ya Allah
berilah rahmat dan sejahterah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, Ya Allah
ini dari Engkau dan kembali kepada Engkau maka terimalah ini aqiqah dari ….
(fulan bin/binti fulan).
Hukum Aqiqah: Para fuqoha berbeda pendapat dalam hal ini,
ada yang berpendapat wajib, sunah mu’akkadah, ada pula yang menolak aqiqah
disyari’atkan . Pendapat terakhir ini adalah pendapat ahli fiqih hanafiyan,
adapun yang berpendapat wajib diantaranya Hasan Basri, Al-Laits, Ibnu Sa’ad,
dll. Sedangkan yang berpendapat sunnah mu’akkadah adalah sebagian besar ahli ilmu fiqih dan
ijtihad diantara mereka adalah Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, dll.
Pendapat yang terakhir inilah yang terkuat.
Makruh Menghancurkan Tulang Aqiqah: Perlu di perhatikan juga
hal ini, usahakan tidak menghancurkan tulang kambing aqiqah, berpatokan dari
sabdah Rasulullah SAW: “Anggota-anggota badan dipotong dan tidak dihancurkan
(dipecahkan)”. (HR. Ibnu Munzir dari Aisyah R.A). Namun ada juga yang
membolehkan, mengingat hadits ini dianggap lemah oleh sebagian ulama.
Pembagian Daging Aqiqah: Daging aqiqah dibagikan sebagian
kepada fakir miskin sebagai sedekah, dibagikan kepada kaum kerabat, tetangga,
yang membantu persalinan, atau kaum tertentu sebagai hadiah , boleh sebagian
untuk dimakan sendiri namun tidak lebih dari sepertiga bagian.
Memberi Nama Anak: Disunahkan member nama anak yang baru
lahir dengan nama –nama yang baik, ini tentunya harapan kita agar anak tersebut
kelak menjadi anak yang baik, karena dalam nama itu terkandung do’a dan harapan
orang tua.
Mencukur Rambut: Disunahkan mencukur rambut bayi yang baru
lahir sampai habis, kemudian cukuran rambutnya ditimbang dengan perak atau
emas, lalu sesuai berat rambut perak atau emas disedekahkan kepada fakir
miskin. Rasulullah SAW, memerintahkan kepada Fatimah RA, beliau bersabda: “Timbanglah
rambut Husain dan bersedekalah dengan berat rambut tersebut dengan perak dan
berikanlah kaki aqiqah kepada satu suku bangsa”. (HR. Baihaqi dari Ali RA).
Adapun hikmah yang terkandung dalam mencukur rambut,
diantaranya menghilangkan penyakit karena rambut bawaan bayi mengandung kotoran,
menguatkan syaraf-syaraf kepala bayi, mempererat ikatan dengan fakir miskin.
Ahli fiqih juga membolehkan mengadakan walimah aqiqah dengan mengundang fakir
miskin, kaum kerabat dan yang lainnya, untuk makan bersama berkumpul guna
mempererat ukhuwwa Islamiyah.
Hukum Umum Berkenaan Dengan Kambing Aqiqah: Para ulama
berbeda pendapat dalam menentukan persyaratan kambing untuk aqiqah, terutama
dalam hal usia kambing. Ada pendapat harus 2 (dua) tahun, ada juga pendapat 1
(satu) tahun, bahkan ada yang berpendapat 6 (enam) bulan lebih sudah boleh
(khusus untuk kambing domba), kambingnya sehat, tidak cacat atau buta, tidak
hilang sebagian besar tanduk atau kupingnya, tidak ompong semua gigi depannya,
tetapi ada juga sebagian ulama yang membolehkan dengan kambing apa saja,
mengingat tidak ada dalil khusus mengenai persyaratan kambing aqiqah, adapun
persyaratan diatas merupakan kias dari persyaratan
kambing qurban.
Karena tidak ada dalil khusus mengenai persyaratan kambing
untuk aqiqah, para ulama berkesimpulan boleh kambing apa saja, namun untuk lebih
afdhol seperti persyaratan diatas plus dengan kambing jantan.
Demikian ulasan mengenai aqiqah, semoga manfaat.
*Sumber: Risalah Aqiqah
*Sumber: Risalah Aqiqah
No comments:
Post a Comment