Pemandangan Tertutup Kabut, Ditengah Perjalanan Pendakian |
Kalau berniat menginap sebaiknya membawa tenda, tikar, jaket, kain sarung dan perlengkapan anti cuaca dingin lainnya. Setengah perjalanan pendakian menuju puncak, sebelum memasuki hutan liar alami, ada pondok petani yang letaknya strategis, tempat yang lumayan bagus untuk menggelar tikar dan menegakan tenda, tentunya setelah izin dari pak tani pemilik pondok. Di pondok yang sederhana itu disediakan bale-bale tempat istirahat, juga ada jualan makanan kecil, mie instant dan beberapa minuman. Dari tempat tersebut jika beruntung kabut tidak menutupi, kita bisa menikmati pemandangan kota yang terletak di kawasan kaki Gunung Karang, sangat indah diwaktu malam hari, bahkan gemerlap kota Serang dan pelabuhan Merak pun kelihatan. Luar biasa!, bias salah satu kemegahan Nusantara begitu terasa, introspeksi akan terjadi dalam diri.
Plat Nama Kantor Kepala Desa |
Atap Rumah Penduduk Desa Kadu Engang |
Walau gunung ini terbilang tidak terlalu tinggi, namun perjalanan menuju puncak menjadi tantangan tersendiri, karena saat keluar desa Kadu Engang berjalan kaki dimulai dan jalanan akan terus menanjak. Gerbang pendakian pertama, masih terbilang hutan pertanian penduduk, kita akan menemukan bangunan makam (tim kita meyakini secara spiritual, bahwa itu hanya petilasan) dari Pangeran T.B. Jaya Raksa, di makam petilasan tersebut etikanya harus ziarah (suwun; istilah jawa). Menurut informasi penuntun jalur, jalan pendakian Gunung Karang yang diketahui ada 2 (dua) jalur, yang pertama melewati desa Kadu Engang, yang kedua jalur Pagerwatu / Ciekek.
Jalur desa Kadu Engang merupakan jalur pendakian yang banyak dipilih oleh para pendaki, walaupun menanjak terus menerus, tapi secara jarak menuju puncak lebih pendek. Setelah selesai ziarah (suwun) di makam petilasan Pangeran T.B. Jaya Raksa, pendakian dimulai, jalanan setapak masuk hutan masih kawasan pertanian penduduk. Semakin tinggi pendakian, eksotis alami hutan semakin terlihat dan terasa, melewati bekas perkebunan kopi dari zaman penjajahan Belanda yang dibiarkan liar bersama pohon-pohon besar. Bahkan antara pohon kopi dan pohon hutan liar sulit dibedakan, karena diameter dan tinggi pohonnya hampir sama.
Gerbang Menuju Hutan Liar Alami |
Jalan Setapak Jalur Pendakian |
Makan Beralas Daun Pisang, Luar Biasa Nikmat |
Sumur Tujuh, Yang Sudah Kehilangan Bentuk |
Menurut situs Wikipedia, Gunung Karang memiliki ketinggian 1778 Mdpl dengan puncaknya bernama Sumur Tujuh, gunung ini termasuk kedalam kelompok Stratovolcano yang memiliki potensi meletus. Padahal setelah disaksikan sendiri tidak ada kawah di puncak tertinggi tersebut, seperti umumnya gunung berapi di Indonesia, cuma saja kita akan menemukan lobang aneh yang mengeluarkan angin cukup kencang tapi sejuk, seperti hembusan angin dari laut (mungkinkah lobang itu bagian dari kawah yang sudah tertutup hutan belukar?). Diameter lobang tersebut lebih kurang 35 cm, tempatnya tidak jauh dari Sumur Tujuh yang melegenda dikalangan jawara Banten.
Gunung ini juga menjadi lokasi wisata ziarah favorit di Provinsi Banten, karena disana terdapat petilasan berbentuk makam salah satu penyebar agama Islam di kawasan Banten yaitu Pangeran T.B. Jaya Reksa. Di puncaknya sumur tujuh, juga ada jejak makam tak bernisan dan tak bernama, walaupun tanpa keterangan sama sekali saya dan tim meyakini itu adalah makam Eyang Karang, penghuni puncak Gunung Karang. Konon, Eyang Karang semula pemeluk agama Hindu, kemudian di Islam-kan oleh Pangeran T.B. Jaya Reksa.
Makam Tak Bernisan, Dekat Arca Lingga |
Goa Curug Nangka |
Lokasi Arca Lingga |
Memeluk Arca Lingga |
Cara praktis cari Lokasi Wisata & Hotel di Indonesia dan Dunia Klik Disini.
No comments:
Post a Comment